Facebook Fans

DAKWAH UNTUK KEBAIKAN DUNIA DAN AKHIRATMU

Serulah kepada jalan Tuhan-Mu dengan penuh Kebijaksanaan, Nasihat yang Baik, dan Diskusi yang Konstruktif. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang Siapa yang tersesat dari Jalan-Nya (Q.S.An-Nahl:125)

DAKWAH UNTUK KEBAIKAN DUNIA DAN AKHIRATMU

Serulah kepada jalan Tuhan-Mu dengan penuh Kebijaksanaan, Nasihat yang Baik, dan Diskusi yang Konstruktif. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang Siapa yang tersesat dari Jalan-Nya (Q.S.An-Nahl:125)

DAKWAH UNTUK KEBAIKAN DUNIA DAN AKHIRATMU

Serulah kepada jalan Tuhan-Mu dengan penuh Kebijaksanaan, Nasihat yang Baik, dan Diskusi yang Konstruktif. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang Siapa yang tersesat dari Jalan-Nya (Q.S.An-Nahl:125)

DAKWAH UNTUK KEBAIKAN DUNIA DAN AKHIRATMU

Serulah kepada jalan Tuhan-Mu dengan penuh Kebijaksanaan, Nasihat yang Baik, dan Diskusi yang Konstruktif. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang Siapa yang tersesat dari Jalan-Nya (Q.S.An-Nahl:125)

DAKWAH UNTUK KEBAIKAN DUNIA DAN AKHIRATMU

Serulah kepada jalan Tuhan-Mu dengan penuh Kebijaksanaan, Nasihat yang Baik, dan Diskusi yang Konstruktif. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang Siapa yang tersesat dari Jalan-Nya (Q.S.An-Nahl:125)

Kamis, 05 Januari 2012

BEKERJA DAN BELAJARNYA WANITA

BEKERJA DAN BELAJARNYA WANITA

Kalau seorang wanita melakukan suatu pekerjaan untuk menghidupi diri dan keluarganya, atau sedang menekuni suatu system ilmu untuk kepentingan umat dan agamanya, dalam hal ini diberlakukan hukum umum, yang berlaku bagi kaum wanita dan pria muslim.

Kalau anda menemui suatu larangan dalam islam tentang tidak bolehnya wanita bekerja dan belajar diluar rumahnya, hal ini karena dikuatirkan bisa menggelincirkannya untuk melakukan apa-apa yang dilarang agama, seperti menanggalkan jilbab atau hijabnya di depan lelaki asing, atau dikuatirkan kerjanya uitu bisa merampas atau mempersempit lapangan kerja kaum lelaki, sehingga berakibat timbul kepincangan dalam system tanggung jawab yang dibebankan khusus pada kaum lelaki yang bertanggung jawab member nafkah rumah tangganya, sesuai yang berlaku umum dalam masyarakat islam.

Pekerjaan terhormat apapun bisa berubah tidak terhormat kalau iya memaksa kaum wanita keluar menanggalkan kehormatannya denmgan mempersolek diri dengan dandanan yang merangsang semua orang asing yang hilir mudik. Malah hal itu haram hukumnya bagi kedua belah pihak, kepada pihak perempuan juga pihak lelaki, sebab permainan api dari pihak yang satu bisa membakar kedua belah pihak bersama-sama.

Syariat Allah Ta`ala sudah mengatur pertemuan antara laki-laki dan perempuan melalui perkawinan berdasarkan syariatNya. Aturan dan syariatNya itu tidak mungkin direalisasikan, kecuali dengan menjadikan salah satu dari keduanya sebagai jenis yang diminta, dan menjadikan yang lainnya sebagai jenis yang meminta dan mengejar-ngejar.

Kalau masing-masing pihak, baik perempuan maupun laki-laki mengetahui, bahwa pihak yang kedua yang dibebani kewajiban mengeluarkan maskawin dan belanja, sudah tentu tidak ada alas an lagi bagi perempuan untuk mencari uang. Sebaba pencariannya itu dalam keadaan demikian bisa diartikan orang karena ingin mendapatkan suami dan juga maskawin. Hal itu jelas tidak normal dan terbalik dari tinjauan dari segi tukar-menukar kepentingan maupun dari hukum penawaran dan permintaan. Dengan demikian, sekali lagi upaya pencarian uang untuk mendirikan mahligai rumah tangga itu hanya merupakan kewajiban lelaki. Dengan demikian terlaksanalah hukum syariat dalam soal munakahat, dan sekaligus akan terwujud cita-citanya untuk mengayomi rumah tangga itu dengan mawaddah warahmah, sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah kepada kita semua.

Namun kalau masyarakat sepakat untuk membebankan maskawin, nafkah dan sebagainya sebagai beban suami isteri, atau merupakan kewajiban mutlak isteri, seperti banyak terjadi di beberapa bagian Eropa, maka masalahnya sudah mulai terbalik : kaum laki-laki merasa berat untuk cepat kawin, malah keinginan untuk kawinpun di sembunyikan, mengharap adanya tawaran yang lebih tinggi ! maka makin keraslah persaingan di kalangan pihak suami yang ideal, ia harus memenangkan tawarannya dan itu hanya dapat dicapai jika ia kaya raya dan sekaligus merendahkan pribadinya. Menyusul setelah itu akibat-akibat buruk lainnya.

Mungkin anda bertanya mengapa pokok bahasan sudah terlalu jauh dari pembicaraan awal, padahal pokok pembicaraan berkisar pada masalah pekerjaan kaum wanita, meskipun poada dasarnya hukumnya mubah, namun bisa merubah menjadi haram, kalau berakibat mendatangkan kerusakan pertanggung jawaban masyarakat yang sudah ditetapkan antara kaum laki-laki dan kaum wanita. Hubungan uraian panjang ini dengan kaum wanita, dan letak pengaruhnya dalam menciptakan kerusakan tersebut adalah sesungguhnya natijah uraian panjang lebar ini berkesimpulan bahwa wanita itu harus tetap merupakan jenis yang diminta dan pria harus tetap merupakan jenis memintanya, dan lelaki harus bertindak sebagai pemberi belanja. Timbul pertanyaan : bagaiman caranya supaya lelaki merupakan penaggung jawab tunggal pengeluaran nafkah, dan supaya jangan berakibat memaksa perempuan menaggung sebagian atau mengambil alih menaggung belanja rumah tangga?

Jawabnya : Sesungguhnya jaminan tepat, supaya segalanya berjalan dengan lancer, hendaklah kaum wanita tidak turun ke lapangan kerja untuk mencari rezeki, kecuali dalam keadaan darurat dan terpaksa. Sebab pada waktu kaum wanita bersaing dengan kaum pria untuk bersama-0sama mencari kerja, pada saat yang sama kaum lelaki akan tersaing. Dengan demikian akan menjadi rusaknya hubungan antara keharusan menafkahkan hartanya dan upaya mendapatkan pekerjaan karena sempitnya mendapatkan yang kedua, sedangkan hal yang pertama tetap berlaku. Maka akan timbullah kendala, bahkan bencana sekalipun, bahwa tidak ada jalan lain selain mengharuskan kaum wanita menanggung beban rumah tangga bersama-sama dengan kaum pria, seperti mereka bersama-sama mendapatkan kerja.

Kalau begitu, maka kebersamaan kaum wanita dan pria dalam lapangan kerja secara mutlak, merupakan pendorong utama untuk memaksanya mengeluarkan belanja bersama-sama, dan masalah itu lalu menjadikan akaum wanita (setahap demi setahap) sebagai pemburu calon suami dan bersaing untyk mendapatkannya. Dengan demikian ia akan kehilangan suami.

Penutup dari semua ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa bekerjanya wanita untuk mendapatkan rezeki, pada dasarnya busa digolongkan sebagai hal mubah hukumnya, tidak ada perbedaan antara kaum lelaki dan kaum wanita. Namun, ia bisa mendatangkan sesudah itu hukum yang diharamkan, kalua itu mengundang datangnya keharaman. Datangnya keharaman itu bisa terjadi dari salah satu kedua soal berikut :

Pertama : apabila pihak wanita dengan demikian akan kehilangan kemampuannya untuk berhijab dari pihak laki-laki seperti yang diperintahkan Allah SWT, sehingga berakibat timbulnya pergaulan bebas yang merusak.

Kedua : apabila hal itu bisa mendatangkan kerusakan seperti yang kami uraikan di atas landasan perundang-undangan perkawinan, kemudian timbul hal-hal yang berbahaya dan menakutkan seperti yang kami uisyaratkan diatas. Deengan demikian hukum yang mubah itu –tidak diragukan lagi- akan berubah menjadi haram. Sebab dalam menilai berbagai kasus, kita harus senantiuasa mengaitkan dengan natijah atau akibat jangka pendek dan jangka panjangnya, bukan dalam bentuk dan warnanya yang mati !

Wallahu a`lam

Rabu, 04 Januari 2012

KODOK

KODOK

Kodok atau katak, binatang amfibi pemakan serangga yang hidup diair tawar atau daratan, berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecoklat-coklatan, kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan, pandai melompat dan berenang.

Komisi fatwa MUI pusat, 12 november 1984 di Jakarta dalpam keputusannya menyatakan membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur ulama tentng tidak halalnya daging kodok tersebut; dan membudidayakan kodok hanya untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan, tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Tersebutlah Nabi Daud As (1010-970 SM); Raja Bani Israil yang bijak dan hamba Allah yang penyukur. Allah berfirman yang artinya: “ dan ingatlah hamba kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) diwaktu petang dan pagi, dan Kami tundukkan pula burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah. Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan” (QS. Shaad: 17-20).

Nabi Daud menyuruh semua anggota keluarganya dan petugas istananya untuk shalat dan berzikir sepanjang waktu secara bergiliran, termasuk dirinya sendiri. Dengan demikian, tak ada detik-detik waktu yang lowong di istana itu kecuali ada orang yang shalat dan zikir kepada Allah. Suatu ketika sampailah giliran Nabi Daud untuk berzikir. Timbullah rasa bangga beliau akan diri dan keluarganya. Allah pun mengirim seekor kodok dan berbicara dihadapan beliau dengan lantang :

“wahai Daud, begitu bangga kau rupanya di dalam hatimu karena kau dan keluargamu sepoanjang waktu shalat dan berzikir kepada Allah secara bergiliran! Demi Allah yang memuliakanmu dengan pangkat kenabian; tahukah anda bahwa aku telah bertasbih kepada Allah, tiada henti dan tanpa istirahat sejak aku diciptakan sampai sekarang. Apa yang kau banggakan Daud?”

Nabi daud pun tertegun dan tunduk sehingga rasa bangganya menjadi sirna, karena ia masih kalah dengan sang kodok. Masya allah, pernahkah anda bangun ditengah malam nan sepi, anda mendengar suara kodok berbunyi, apalagi kala hujan turun suara para kodok tambah riuh; yang kadangkadang terasa mengganggu ketenangana tidur seseorang dan memecah kesepian malam. Anda jangan gusar! Mereka bertasbih memuji Allah, sedangkan kita?

Adakah kita bertasbih mensyukuri ni`mat tanah air Indonesia dan ni`mat kemerdekaan? Adakah pula para pejabat dan pemimpin kita (seperti Nabi Daud as) membimbing umat untuk bertasbih dan berzikir kepada Allah, mensyukuri ni`mat hidup di alam merdeka? Ataukah hanya mengarahkan kea rah maksiatan?

Dikutip dari B.post edisi 28 oktober 2011

Karya KH. HUSIN NAFARIN L.c MA

MAHJURA

MAHJURA

Al-Qur`an menginformasikan nanti pada hari kiyamat, Rasulullah SAW akan mengadukan umatnya kepada Aallah SWt; Ya Rabbi, inna qaumit-takhazu hadzal-qur`ana mahjura artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Alquran ini mahjura”. (QS. Al-Furqan: 30).

Mahjura berasal dari akar kata hajara-yahjuru-hajran/hijran, artinya meninggalkan. Isim maf`ul kata penunjuk objeknya) menjadi mahjur, sehingga mahjura berarti yang ditinggalkan atau tak terpakai, tak digunakan lagi (kamus Al-Munawwir, hal 1590-1591). Tim penerjemah RI menterjemahkan mahjura; diabaikan.

Menurut ibnu Katsir, maksud darai kaumkua bdalam ayat ini orang-orang musyrik yang tidak mau mendengarkan dan memperhatikan Alquran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW: Orang kafir itu berkata: “janganlah kamu mendengarkan ASlquran ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, supatya kamu dapat mengalahkan mereka” (QS.Fushilat: 26).

Mengutip pendapat ibnu Qayyim, ia menulis bahwa banyak hal yang dicakup oleh kata mahjura, antara lain: tidak tekun mendengarkan bila Alquran dibacakan; tidak mengindahkan halal dan haramnya; tidak menjadikannya rujukan dalam menerapkan hukum menyangkut ushuluddin dan perinciannya; tidak berupaya memikirkan dan memahami apa yang dikehendaki oleh allah yang menurunkannya; tidak menjadikannya sebagai obat bagi semua openyakit kejiwaan.

Jika demikian bisa jadi aku dan anda (kita) akan termasuk menjadi orang-orang yang diadukan oleh baginda rasul kepada Allah karena pada kenyataan kita hanya mengagumi alquran sebagai bacaan indah yang dilantunkan; kita tidak berupaya memahaminya, tidak mengamalkannya secara utuh, tidak menjadikannya sebagai sumber hukum dalam kehidupan.

Jika demikian, pada gilirannya kita dicerca lagi oleh ayat surah Muhammad: afala yatadabbarunal-qur`ana am`ala qulubin aqfalaluha. Artinya “apakah mereka tidak memikirkan Alquran, ataukah hati mereka terkunci.”

*Sudah sepantasnya kita berurai air mata*

Dikutip dari B.post edisi 23 september 2011

Karya KH. HUSIN NAFARIN L.c MA

PEMIMPIN YANG SUKSES

PEMIMPIN YANG SUKSES

Umar bin Abdul Aziz (63-101 H/682-720 M) khalifah yang bijaksana, adil, jujur, sederhana, alim dan wara`, serta tawadhu` dan zahid. Ia dianggap sebagai Umar kedua, malah ada yang mengatakan sebagai khalifah kelima sesudah Abu Bakar, Umar, Ustman, dan ali.

Ia suskes luar biasa dalam menata negeri, kendati memerintah hanya 29 bulan tetapi seakan-akan 29 abad lamanya. Pada masa pemerintahan yang sangat singkat, ia berhasil melakukan reformasi total, keadilan dan kemakmuran dapat disandingkan.

Kemakmuran yang sepertinya hanya terjadi dalam mimpi, yaitu ketika itu tidak ditemukan seseorang pun yang mau menerima zakat.kekhalifahan sangat makmur sampai utang piutang pribadi dan biaya pernikahan ditanggung oleh Negara.

Mengapa ia sukses? Kesuksesannya itu ditopang oleh kentalnya hubungan dengan sang khalik. Ia selalu bertahajud ke masjid di tengah malam, bukan dirumahnya.

Suatu ketika ia masuk ke masjid diiringi pengawalnya. Di bagian yang agak gelap, tiba-tiba kakinya tersandung kaki seseorang laki-laki yang sedang tiduran. Orang tersebut tidak tahu bahwa yang lewat itu adalah khalifah, sehingga marah.

“apakah engkau gila?” Umar langsung menjawab: “tidak”. Mendengar khalifah dikatakan gila, pengawal khalifah menjadi marah dan hendak memukil laki-laki itu, tapi Umar mencegahnya. Orang itu tidak berbuat apa-apa, dia Cuma bertanya: “apakah engkau gila?” dan saya jawab “tidak”. Demikian umar menjelaskan.

Pemimpin masa kini dari yang paling atas sampai yang paling bawah sekaliapun, kiranya menjadikan umar bin Abdul Aziz sebagai sumber inspirasi. Allah SWT berfirman :

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan” (QS.Al Hajj: 41).

Mengacu pada ayat ini para pemimpin negeri hendaklah memprogramkan, agar dirinya sendiri dan umat yang dipimpinnya untuk :

1. Mendirikan shalat.

Shalat adalah tiang agama. Para pemimpin dan umat yang dipimpin hendaknya betul-betul dapat memprogramkan pelaksanaan shalat, karena aktivitas yang dapat membawa berkah adalah dimulai dari shalat dan ditutup dengan shalat.

Dinegeri ini kita mendambakan bila tiba waktu shalat kegiatan apapun dihentikan untuk mendirikan shalat berjama`ah, yang seyogyanya dimulai dengan contoh dikantor-kantor pemerintah. Hal ini baru terlaksana melalui tangan kekuasaan.

2. Menunaikan zakat. Zakat diberdayakan dengan pengelolaan yang professional (pengumpulan dan penyaluranhnya0, hal ini memerlukan tangan “kekuasaan pemerintah” yang harus ditaati oleh umat. Dengan demikian diharapkan kemiskinan dapat dituntaskan;bukan dengan zakat kemiskinan yang dilestarikan.

3. Menegakkan amar ma`ruf dan

4. Mencegah tibdak kejahatan nahi mungkar. Menyeru berbuat kebaikan dapat dilaksanakan oleh siapapun; tetapi mencegah tindak kejahatan sulit dilakukan tanpa kekuatan tangan “kekuasaan”, palagi kalau penguasa sendiri yang menjadi pelakunya atau minimal mnenjadi bekengnya. Kondisi inilah yang terjadi selama ini, sehingga kemaksiatan seperti judi, bingo, pelacuran, peredaran miras, ekstasi, sabu-sabu, dan lain-lain kemaksiatan sulit diberantas. Menurut Ibnu Mubarak: “rusaknya masyarakat memang muncul melalui masyarakat terhormat, antara lain pejabat dan penguasa serta tentara dan alat Negara. Kerusakan diperparah oleh pedagang dan pemegang ekonomi yang khianat dan tidak jujur.”.

5. Mengembalikan persoalan kepada Allah SWT. Mengembalikan segalanya kepada Allah SWT, artinya pemerintahan berdasarkan system ilahi dan mengacu oada syariat Allah SWT.

Bila kelima perkara ini tegak berdiri, suatu kekuasaan akan dikokohkan Allah dan berhasil purna;bila tidak, Negara hanya menjadi ajang permainan polotik dan perebutan kekuasaan sehingga tidak mendatangkan kedamaian bagi manusia dimuka planet bumi ini.

di kutip dari B.post edisi 4 November 2011

karya KH. HUSIN NAFARIN l.c MA

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More